Rabu, 02 Oktober 2013

Pengawet Kitosan

Akhir-akhir ini banyak masyarakat membicarakan pengawetan pangan, khususnya penggunaan formalin yang dilarang oleh Depkes untuk pengawetan.
Formalin bukanlah bahan pengawet untuk makanan, namun merupakan antiseptik mikroba yang hanya digunakan dalam pengolahan produk non pangan seperti plastik. Oleh karena itu para peneliti pangan telah memberikan beberapa alternatif bahan pengganti formalin, seperti picung dan kitosan (Nuraida et al., 2000; Anon., 2006a). Bahan-bahan pengganti tersebut diharapkan mampu memberikan jaminan keamanan pangan bagi konsumen seiring dengan tuntutan masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya keamanan pangan.
Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yang dihasilkan dari ekstraksi limbah pengolahan industri udang dan rajungan. Kadar kitin dalam udang berkisar antara 60–70% dan bila diproses menjadi kitosan menghasilkan 15–20% (Anon., 2001). Kitosan dapat diaplikasikan antara lain sebagai penghambat pertumbuhan bakteri, fungi termasuk yang patogen, serta mengimobilisasi enzim dan mikroba. Sebagai agen antibakteri, pertumbuhan E. coli telah dihambat dengan konsentrasi lebih dari 0,02% kitosan dalam media kulturnya. Pertumbuhan beberapa patogen tanaman juga terhambat dengan adanya kitosan. Berkaitan dengan sifat tersebut, pemanfaatan kitosan sebagai fungsi aditif untuk pengolahan pangan telah dikembangkan seperti pengemas pickle kitosan (Hirano, 1988).
Telah dilaporkan pula tentang aktivitas imunologi dari turunan kitin termasuk kitosan yakni kemampuannya menstimulasi resistensi inang pada tikus dalam melawan bakteri seperti Staphylococcus aureus, E. coli, dan kapang seperti Candida albicans sehingga dapat menahan infeksi dan melawan pertumbuhan sarkoma. Studi in vitro menunjukkan bahwa kitosan terutama dalam bentuk larut air dapat memacu makrofag ke bentuk fagositosis non spesifik sebaik aktivitas sitotoksis. Kitosan yang bersifat tidak larut air berbeda secara signifikan dalam menstimulasi respon humoral (rata-rata 250%). Dosis efektifnya adalah 10 x lebih tinggi daripada turunannya yang bersifat larut air. Aktivitas imunoadjuvan dari kitosan telah menerangkan pengaruh derivat kitin dalam hal resistensinya melawan infeksi mikroba dan
pertumbuhan tumor ( Knapczyk et al., 1988).
Kitosan banyak digunakan untuk keperluan biomedis, karena sifat-sifat kitosan yang dapat dengan cepat menggumpalkan darah, bersifat hipoalergenik dan memiliki sifat antibakteri alamiah (Anon., 2006b).
Kitin menekan populasi total kapang dan menstimulasi litik dan antibiotik yang diproduksi mikroorganisme seperti Actinomycetes. Efek anti kapang kitin adalah secara tidak langsung, namun melalui mikroorganisme tanah yang bersifat antagonis.
Secara invitro, bentuk deasetilasi dari kitin, kitosan menghambat pertumbuhan kapang secara signifikan, meskipun beberapa strain atau spesies kapang kurang sensitif. Kitosan tidak hanya berinteraksi secara spesifik dengan kapang, tetapi juga mempengaruhi jaringan, menghambat pertumbuhan sel jaringan dalam suspensi, menginduksi akumulasi fitoaleksin (agen antimikroba dengan berat molekul rendah dan sebagai inhibitor proteinase serta mengubah permeabilitas membran). Kitosan dilaporkan juga mengaglutinasi beberapa jenis bakteri dan khamir (Leuba & Stossel, 1985).
Berdasarkan sifat ini beberapa pakar mengklaim bahwa kitosan dapat digunakan sebagai pengganti formalin yang dapat mengawetkan ikan segar maupun ikan asin (Anon., 2006 a). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konfirmasi apakah kitosan mempunyai sifat pengawet pada cumi-cumi segar.