Rabu, 02 Oktober 2013

Sidat asap (smoked eel)

Sidat asap adalah hasil pengawetan ikan secara tradisional yang pengerjaannya merupakan gabungan dari penggaraman (perendaman dalam air garam) dan pengasapan sehingga memberikan rasa khas. Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap.
Pengasapan termasuk salah satu cara pengawetan ikan. Inti pengasapan adalah ikan ditaruh di atas pembakaran sehingga terus-menerus terasapi. Pengasapan ada dua macam, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas ialah pengasapan yang dilakukan dengan cara ikan didekatkan pada api. Adapun pengasapan dingin, ikan diletakkan agak jauh dengan api. Alat pengasapan dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan asap terus-menerus mengasapi ikan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa padatan yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.

Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
1. Bahan Mentah (raw material)

Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya, pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah mundur mutunya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut.

2. Perlakuan-perlakuan pendahuluan (pre-treatments)

Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disiangi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 - 80%. Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol. Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa menggunakan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan kulit ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.

3. Pengeringan Sebelum Pengasapan

Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah.
Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering. Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 - 80%,
sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram.

Tahapan Pengolahan
Bahan :
- Sidat
- Garam
Cara membuat:
- Sidat hidup disayat mulai dari leher sampai ke bawah anus dan buang isi perutnya.
- Sidat yang telah disiangi dicuci lalu digarami.
- Gantung sidat dengan posisi kepala di atas berderet seperti jemuran.
- Masukkan sidat yang telah tergantung dalam oven yang dibawahnya dibakar kayu yang menimbulkan asap. Pintu oven dibiarkan terbuka agar asap yang menimbulkan aroma meresap pada daging sidat, Prosesnya sekitar 25 menit.
- Pintu oven ditutup, bara disemprot oksigen agar suhu menjadi lebih panas = 5 menit dan daging sidatnya setengah kering.
- Pindahkan sidat dalam oven listrik untuk dikeringkan sampai tingkat kematangan tertentu.
- Setelah dikeluarkan dari oven, sidat asap diangin-anginkan dan untuk selanjutnya dikemas.